Bagi Gita Kinanthi Purnama Asri menari tidak hanya sebagai
kebutuhan. Namun, mampu menjadi ruang belajar untuk kehidupan. Mulai
dari belajar menghargai orang lain, belajar manajemen waktu, sampai
belajar tentang keindahan.
WAHYU RAMADHAN, Banjarmasin
Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) wanita yang akrab disapa
Gita ini sudah tampil di hadapan umum untuk menari. Ia menceritakan,
waktu itu ia menari bersama dua orang temannya untuk acara kelulusan
sekolah.
Semenjak itu, ia terus aktif di dunia tari. Beragam prestasi menari
pun ia dapatkan. Tidak hanya itu, karena terus berprestasi serta mampu
mengharumkan nama sekolahnya, ia juga berkesempatan mendapatkan beasiswa
untuk menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi di Jakarta.
"Yang awalnya belajar menari secara otodidak, ketika kuliah, saya
mencoba belajar dengan masuk sanggar Ayundi. Di tempat itu, saya belajar
tarian tradisional," tuturnya wanita kelahiran Surabaya,18 Desember
ini.
Karena saking cintanya pada dunia tari, hal tersebut mampu membawanya
mewakili Indonesia sampai ke Korea selama empat bulan di tahun 2015
lalu. Di ajang pertukaran budaya. Bahkan, warga Kalimantan patut
berbangga, karena tarian etnik berupa tari Hudoq (tari topeng dayak
Bahau dan Modang Kalimantan timur) dibawakannya pada saat acara
tersebut."Di sana kita belajar budaya mereka, mereka belajar budaya
kita," ucapnya.
Ya, secara khusus, wanita yang mempunyai hobi jalan-jalan ini
mengatakan telah jatuh hati pada tarian dayak. Itu terjadi, ketika ia
melakukan penelitian pada tahun 2006 lalu di Kalimantan. Menurutnya,
tarian dayak mempunyai gerakan yang cukup simpel ketika dilihat, namun
berbeda ketika dipelajari.
"Filosofi yang terkandung di dalam tarian dayak sangat dalam. Contoh
kecil, bulu burung enggang yang ada pada topeng hudoq," tuturnya.
Ia juga menuturkan, menurut penuturan tokoh adat disana (Dayak
Kaltim) beberapa tingkatan warna yang ada pada bulu burung tersebut
mempunyai arti tentang perjalanan hidup seorang makhluk.
"Warna putih kehidupan kita saat ini, warna hitam adalah warna ketika
kita mati, warna putih yang lebih panjang adalah kehidupan setelah kita
mati," jelasnya filosofis.
Tari Hudoq sendiri dilakukan erat hubungannya dengan upacara
keagamaan, dengan maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan
hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil
panen yang banyak.
Seiring perkembangan, tarian Hudoq tidak hanya di tampilkan dalam
upacara adat saja. Namun juga di tampilkan dalam berbagai perayaan
budaya masyarakat Kaltim sebagai hiburan dengan berbagai modifikasi dan
kreativitas dalam pertunjukannya.
Hebatnya, Gita juga berbagi pengetahuannya di dunia tari. Saat ini,
ia aktif sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Kalsel. Tak
hanya mengajari mahasiswa, dara berambut panjang ini juga tergerak
untuk membuat komunitas tari dengan nama Excelsior Dance Project Banua.
Passion-nya untuk memajukan Kalimantan Selatan lewat tari pula lah yang
membuatnya menjadi pencetus perayaan hari tari se-dunia di Banjarmasin.
Tepatnya, pada 29 April lalu.
"Masyarakat pecinta seni tari di Banjarmasin sangat kreatif, cerdas
dan mau membuka diri dengan perkembangan. Saya berharap melalui seni
kita membaca dunia, berbagi dan belajar bersama masyarakat, agar
eksistensi tari tetap terjaga" pungkasnya (mr-143/by/ran)
Home / gadis kalimantan /
perempuan kalimantan selatan
/ Gita Kinanthi Purnama Asri, Bawa Tarian Dayak Di Korea
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 comments:
Posting Komentar