Salah satu kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki
oleh Suku Banjar yang mendiami sebagian besar wilayah Propinsi Kalimantan
Selatan adalah seni arsitektur rumah adat, yang biasa disebut Rumah Adat
Banjar. Menurut situs resmi Kesultanan Banjar, ada 10 (sepuluh) jenis rumah
adat banjar, yaitu bubungan tinggi, gajah baliku, gajah manyusu, balai laki,
balai bini, palimasan, palimbangan, cacak burung/anjung surung, tadah alas, dan
lanting. Sebagian lagi ada yang menambahkan jenis joglo gudang dan joglo bangun
gudang yang konon sudah dipengaruhi oleh arsitektur rumah adat joglo dari Pulau
Jawa. Seluruh ornament dan elemen rumah adat Banjar, seperti halnya rumah adat
dari daerah lain di Indonesia, semuanya terbuat dari bahan kayu dan sebagian
besar diantaranya memakai kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) kayu
khas Pulau Kalimantan yang terkenal kuat dan tahan lama. Maka tidak heran jika
sampai sekarang masih banyak ditemukan berbagai jenis rumah adat Banjar berusia
ratusan tahun yang masih tegak berdiri di berbagai kota di Kalimantan Selatan,
minimal kerangka utama berbahan kayu ulin yang masih tersisa, sehingga jenis
dan tipe rumah masih bisa dilacak dan dikenali. (foto : Suryanata.com) Nasib
rumah adat Banjar di Kalimantan Selatan, tidak jauh berbeda dengan
saudara-saudaranya rumah adat di berbagai daerah di Indonesia. Pertumbuhan
tidak ada alias nol, sementara pemeliharaan pada obyek yang tersisa terkesan
seadanya (rata-rata dimiliki dan dihuni oleh kaum lanjut usia yang tidak
mempunyai kemampuan memelihara dan merawat secara maksimal), menyebabkan
menurunnya total populasi dari waktu kewaktu. Beruntung, tahun 2015 yang lalu
bersama 10 (sepuluh) kota lain di Indonesia, seperti Kota Banda Aceh, Sawah
Lunto (Sumatera Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Semarang (Jawa Tengah),
Bogor (Jawa Barat), Yogyakarta, Karangasem (Bali), Denpasar (Bali) dan Bau-bau
(Pulau Buton, Sulawesi Tenggara), Kota Banjarmasin ditetapkan sebagai Kota
Pusaka, yaitu Kota yang mempunyai warisan budaya baik dalam bentuk benda maupun
bukan benda. Penetapan Kota Pusaka oleh pemerintah pusat dalam Program P3KP
(Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka) ini, bertujuan untuk terciptanya
Kota Pusaka berkelanjutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi
penduduknya dengan “Quality of Space” seimbang dan memadai dengan harapan
tercapainya “Quality of Life” yang terbaik. Dengan masuknya Kota Banjarmasin
sebagai salah satu Kota Pusaka di Indonesia, diharapkan adanya kontribusi
serius, nyata dan maksimal terutama dari pemerintah, baik pusat maupun daerah
dalam menjaga, melestarikan dan sekaligus memberdayakan semua asset warisan
budaya di Kota 1000 sungai secara baik dan benar untuk kesejahteraan dan
kemaslahatan bersama, termasuk diantaranya pelestarian berbagai jenis rumah
adat Banjar, baik yang didalam Kota Banjarmasin maupun yang ada di wilayah lain
di Kalimantan Selatan yang diatas kertas sangat berpotensi menjadi destinasi
pariwisata dan pendidikan yang tentunya juga bernilai ekonomis tinggi. (foto :
Suryanata.com) Wacana penyelamatan dan pelestarian berbagai jenis rumah adat
Banjar oleh berbagai pihak, sejauh ini masih banyak berkutat dalam bentuk
konsep dan wacana yang belum menyentuh pada solusi aplikatif dan konklusi riil
di lapangan, kecuali pada Rumah Anno 1925 yang kebetulan karena lokasinya
berada satu paket dengan “etalase Kota Banjarmasin” yaitu destinasi wisata
menara pandang di Komplek Siring Sungai Martapura. Langkah nyata penyelamatan
dan pelestarian berbagai jenis rumah adat Banjar “tanpa suara bergema” justeru
sudah lebih dulu dilakukan oleh seorang pemuda dari Kota Martapura, Rusman
"Suryanata" Efendi. Sejak tahun 2012, melalui “Gerakan Melestarikan
Rumah Adat Banjar dengan Miniatur” yang digagasnya dalam website pribadi
Suryanata.com. Pemuda kelahiran Amuntai, Hulu Sungai Utara ini telah memulai
melakukan serangkaian penelitian sekaligus inventarisasi terhadap hampir semua
asset rumah adat Banjar di seluruh Kalimantan Selatan secara mandiri. Dari data
primer hasil penelitian dan inventarisasi yang sekarang masih dalam proses
pemutakhiran data ini, Rusman Suryanata Efendi bertekad dan bercita-cita ingin
menjadikan semacam bank data yang suatu saat bisa di terbitkan dalam bentuk
buku, ebook dan sejenisnya dengan konsep ensiklopedi yang bisa dijadikan
rujukan bagi siapa saja yang berkepentingan. Selain melakukan penelitian dan
inventarisasi mandiri, Rusman "Suryanata" Efendi juga menawarkan
sebuah solusi cerdas untuk melestarikan berbagai jenis rumah adat Banjar
melalui sebuah produk kreatif dan inofatif hasil karyanya berupa “miniatur
rumah adat Banjar” yang berbahan dasar kayu agatis dan berbagai produk
sampingan lainnya seperti kaos, kalender, flashdisk dan berbagai produk lainnya
yang kesemuanya mengangkat tema rumah adat banjar. Kejelian Rusman
"Suryanata" Efendi memilih media pelestarian rumah adat Banjar dalam
bentuk miniatur dan produk sampingan lainnya, mungkin memang bukan yang
pertama, tapi setidaknya upaya nyata yang dibalut dengan tekad, keseriusan dan
dedikasinya berkiprah dalam penyelamatan serta pelestarian rumah adat banjar
dengan berbagai metode, cara dan terobosan yang sebelumnya mungkin dianggap
sebagai khayalan dan mimpi di siang bolong, belum ada yang menyamai sampai
detik ini!
(foto : Suryanata.com) Produk yang layak disebut kreatif dan
inovatif berupa rumah adat Banjar beserta produk sampingan lainnya karya Rusman
"Suryanata" Efendi, setidaknya mempunyai 3 (tiga) nilai fungsi
strategis, yaitu fungsi pelestarian, ekonomis dan ideologis. Untuk fungsi
pelestarian, sudah jelas! Upaya kreatif pemuda kelahiran 1979 ini tidak sekedar
mendokumentasikan saja tapi juga mewujudkan dalam bentuk wujud fisik berbagai
jenis rumah adat Banjar dengan skala presisi dan otentisitas yang bisa dibilang
100% otentik dengan aslinya. Ini sangat penting, mengingat dalam wujud aslinya
tidak semua rumah adat Banjar yang tercatat dalam berbagai literature masih ada
bentuk dan wujud fisiknya. Jadi kehadiran bentuk miniatur rumah adat Banjar
bisa menjadi jembatan antara ruang konsep (2 dimensi) dengan ruang nyata (3
dimensi) Rumah adat Banjar, khususnya rumah adat Banjar yang hanya ada dalam
gambar karena sudah lenyap dari muka bumi.
(foto : Suryanata.com) Sedangkan
untuk fungsi ekonomi, lebih mudah melihatnya! Produk miniatur rumah adat Banjar
karya Rusman "Suryanata' Efendi yang begitu detail dengan akurasi
mendekati sempurna dan mempunyai karakter artistik yang sangat kuat mempunyai
nilai ekonomi yang sangat tinggi alias sangat layak jual! Buktinya, produk
miniatur rumah adat Banjar produksi Rusman "Suryanata" Efendi banyak
diapresiasi dan diburu oleh para kolektor benda seni dari luar daerah dan luar
negeri seperti dari Jepang, Eropa dan Amerika. Hanya saja, sepertinya ada fakta
anomalis terjadi di lapangan. Sampai detik ini, dedikasi total pemuda yang juga
pengajar kelas computer dan internet ini masih belum mendapatkan respon dan
apresiasi positif dari instansi terkait khususnya pihak-pihak terkait urusan
seni, budaya dan pariwisata, khususnya lagi di Kalimantan Selatan sendiri.
Padahal, apabila potensi ekonomi kreatif yang sangat menjanjikan ini dikelola
dan dibina dengan baik dan benar, sedikit banyak pasti bisa memberi dampak
ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitarnya, sehingga secara bertahap bisa
membantu mengurai permasalahan umum yang sekarang sedang membelit sebagian besar
daerah di Kalimantan Selatan dan Indonesia secara umum, seperti pengangguran
dan kebuntuan inovasi penggerak perekonomian. Untuk fungsi ideologis,
sepertinya bukan suatu yang berlebihan bila apa yang dilakukan oleh seorang
Rusman "Suryanata" Effendi ini layak menjadi sebuah inspirasi besar,
khususnya bagi kaum muda Banjar dan bagi semua masyarakat Banjar dan Kalimantan
Selatan umumnya. Siapa lagi yang akan melestarikan semua kekayaan adat dan
tradisi Suku Banjar, selain kita sendiri masyarakat Banjar dan Kalimantan
Selatan!? Sebuah dedikasi anak bangsa untuk menjaga, merawat dan melestarikan
kekayaan budaya leluhurnya memang sebuah keniscayaan kodrati, sebuah tanggung
jawab kolegial yang seharusnya berlaku umum! Tapi fakta riil di lapangan
ternyata memberi pesan anomalis yang lebih banyak berbanding terbalik.
Perjalanan berliku dan penuh tantangan seorang Rusman "Suryanata"
Effendi dalam melestarikan rumah adat Banjar, secara tersirat memberi pesan
kepada kita semua, khususnya masyarakat Banjar dan Kalimantan Selatan terhadap
tanggung jawab kolegial kita dalam menjaga dan melestarikan aset budaya Banjar
yang sekarang semakin luntur dan melemah. Semoga, bersamaan dengan kehadiran
sosok-sosok baru dalam tampuk kepemimpinan Kalimantan Selatan, akan memberi harapan
baru, semangat baru dan energi baru pada semangat kolegial kita dalam upaya
melestarikan semua elemen budaya Banjar di banua tercinta, Kalimantan Selatan.
Banjarmasin Bungas! Artikel juga bisa dibaca via Blog Pribadi Kalbuning ManahHati dan Indonesiana dalam serial tokoh inspiratif Kalimantan Selatan
Sumber: Kompasiana
Salah satu kekayaan
budaya dan tradisi yang dimiliki oleh Suku Banjar yang mendiami sebagian
besar wilayah Propinsi Kalimantan Selatan adalah seni arsitektur rumah
adat, yang biasa disebut Rumah Adat Banjar. Menurut situs resmi
Kesultanan Banjar, ada 10 (sepuluh) jenis rumah adat banjar, yaitu
bubungan tinggi, gajah baliku, gajah manyusu, balai laki, balai bini,
palimasan, palimbangan, cacak burung/anjung surung, tadah alas, dan
lanting. Sebagian lagi ada yang menambahkan jenis joglo gudang dan joglo
bangun gudang yang konon sudah dipengaruhi oleh arsitektur rumah adat
joglo dari Pulau Jawa. Seluruh ornament dan elemen rumah adat Banjar,
seperti halnya rumah adat dari daerah lain di Indonesia, semuanya
terbuat dari bahan kayu dan sebagian besar diantaranya memakai kayu ulin
atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) kayu khas Pulau Kalimantan yang
terkenal kuat dan tahan lama. Maka tidak heran jika sampai sekarang
masih banyak ditemukan berbagai jenis rumah adat Banjar berusia ratusan
tahun yang masih tegak berdiri di berbagai kota di Kalimantan Selatan,
minimal kerangka utama berbahan kayu ulin yang masih tersisa, sehingga
jenis dan tipe rumah masih bisa dilacak dan dikenali.
(foto : Suryanata.com)
Nasib rumah adat Banjar di Kalimantan Selatan, tidak jauh berbeda dengan
saudara-saudaranya rumah adat di berbagai daerah di Indonesia.
Pertumbuhan tidak ada alias nol, sementara pemeliharaan pada obyek yang
tersisa terkesan seadanya (rata-rata dimiliki dan dihuni oleh kaum
lanjut usia yang tidak mempunyai kemampuan memelihara dan merawat secara
maksimal), menyebabkan menurunnya total populasi dari waktu kewaktu.
Beruntung, tahun 2015 yang lalu bersama 10 (sepuluh) kota lain di
Indonesia, seperti Kota Banda Aceh, Sawah Lunto (Sumatera Barat),
Palembang (Sumatera Selatan), Semarang (Jawa Tengah), Bogor (Jawa
Barat), Yogyakarta, Karangasem (Bali), Denpasar (Bali) dan Bau-bau
(Pulau Buton, Sulawesi Tenggara), Kota Banjarmasin ditetapkan sebagai
Kota Pusaka, yaitu Kota yang mempunyai warisan budaya baik dalam bentuk
benda maupun bukan benda. Penetapan Kota Pusaka oleh pemerintah pusat
dalam Program P3KP (Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka) ini,
bertujuan untuk terciptanya Kota Pusaka berkelanjutan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi penduduknya dengan “Quality of Space”
seimbang dan memadai dengan harapan tercapainya “Quality of Life” yang
terbaik. Dengan masuknya Kota Banjarmasin sebagai salah satu Kota Pusaka
di Indonesia, diharapkan adanya kontribusi serius, nyata dan maksimal
terutama dari pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menjaga,
melestarikan dan sekaligus memberdayakan semua asset warisan budaya di
Kota 1000 sungai secara baik dan benar untuk kesejahteraan dan
kemaslahatan bersama, termasuk diantaranya pelestarian berbagai jenis
rumah adat Banjar, baik yang didalam Kota Banjarmasin maupun yang ada di
wilayah lain di Kalimantan Selatan yang diatas kertas sangat berpotensi
menjadi destinasi pariwisata dan pendidikan yang tentunya juga bernilai
ekonomis tinggi.
(foto : Suryanata.com)
Wacana penyelamatan dan pelestarian berbagai jenis rumah adat Banjar
oleh berbagai pihak, sejauh ini masih banyak berkutat dalam bentuk
konsep dan wacana yang belum menyentuh pada solusi aplikatif dan
konklusi riil di lapangan, kecuali pada Rumah Anno 1925 yang kebetulan
karena lokasinya berada satu paket dengan “etalase Kota Banjarmasin”
yaitu destinasi wisata menara pandang di Komplek Siring Sungai
Martapura.
Langkah nyata penyelamatan dan pelestarian berbagai jenis rumah adat
Banjar “tanpa suara bergema” justeru sudah lebih dulu dilakukan oleh
seorang pemuda dari Kota Martapura, Rusman "Suryanata" Efendi. Sejak
tahun 2012, melalui “Gerakan Melestarikan Rumah Adat Banjar dengan
Miniatur” yang digagasnya dalam website pribadi Suryanata.com. Pemuda
kelahiran Amuntai, Hulu Sungai Utara ini telah memulai melakukan
serangkaian penelitian sekaligus inventarisasi terhadap hampir semua
asset rumah adat Banjar di seluruh Kalimantan Selatan secara mandiri.
Dari data primer hasil penelitian dan inventarisasi yang sekarang masih
dalam proses pemutakhiran data ini, Rusman Suryanata Efendi bertekad dan
bercita-cita ingin menjadikan semacam bank data yang suatu saat bisa di
terbitkan dalam bentuk buku, ebook dan sejenisnya dengan konsep
ensiklopedi yang bisa dijadikan rujukan bagi siapa saja yang
berkepentingan.
Selain melakukan penelitian dan inventarisasi mandiri, Rusman
"Suryanata" Efendi juga menawarkan sebuah solusi cerdas untuk
melestarikan berbagai jenis rumah adat Banjar melalui sebuah produk
kreatif dan inofatif hasil karyanya berupa “miniatur rumah adat Banjar”
yang berbahan dasar kayu agatis dan berbagai produk sampingan lainnya
seperti kaos, kalender, flashdisk dan berbagai produk lainnya yang
kesemuanya mengangkat tema rumah adat banjar. Kejelian Rusman
"Suryanata" Efendi memilih media pelestarian rumah adat Banjar dalam
bentuk miniatur dan produk sampingan lainnya, mungkin memang bukan yang
pertama, tapi setidaknya upaya nyata yang dibalut dengan tekad,
keseriusan dan dedikasinya berkiprah dalam penyelamatan serta
pelestarian rumah adat banjar dengan berbagai metode, cara dan terobosan
yang sebelumnya mungkin dianggap sebagai khayalan dan mimpi di siang
bolong, belum ada yang menyamai sampai detik ini!
(foto : Suryanata.com)
Produk yang layak disebut kreatif dan inovatif berupa rumah adat Banjar
beserta produk sampingan lainnya karya Rusman "Suryanata" Efendi,
setidaknya mempunyai 3 (tiga) nilai fungsi strategis, yaitu fungsi
pelestarian, ekonomis dan ideologis. Untuk fungsi pelestarian, sudah
jelas! Upaya kreatif pemuda kelahiran 1979 ini tidak sekedar
mendokumentasikan saja tapi juga mewujudkan dalam bentuk wujud fisik
berbagai jenis rumah adat Banjar dengan skala presisi dan otentisitas
yang bisa dibilang 100% otentik dengan aslinya. Ini sangat penting,
mengingat dalam wujud aslinya tidak semua rumah adat Banjar yang
tercatat dalam berbagai literature masih ada bentuk dan wujud fisiknya.
Jadi kehadiran bentuk miniatur rumah adat Banjar bisa menjadi jembatan
antara ruang konsep (2 dimensi) dengan ruang nyata (3 dimensi) Rumah
adat Banjar, khususnya rumah adat Banjar yang hanya ada dalam gambar
karena sudah lenyap dari muka bumi.
(foto : Suryanata.com)
Sedangkan untuk fungsi ekonomi, lebih mudah melihatnya! Produk miniatur
rumah adat Banjar karya Rusman "Suryanata' Efendi yang begitu detail
dengan akurasi mendekati sempurna dan mempunyai karakter artistik yang
sangat kuat mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi alias sangat
layak jual! Buktinya, produk miniatur rumah adat Banjar produksi Rusman
"Suryanata" Efendi banyak diapresiasi dan diburu oleh para kolektor
benda seni dari luar daerah dan luar negeri seperti dari Jepang, Eropa
dan Amerika. Hanya saja, sepertinya ada fakta anomalis terjadi di
lapangan. Sampai detik ini, dedikasi total pemuda yang juga pengajar
kelas computer dan internet ini masih belum mendapatkan respon dan
apresiasi positif dari instansi terkait khususnya pihak-pihak terkait
urusan seni, budaya dan pariwisata, khususnya lagi di Kalimantan Selatan
sendiri. Padahal, apabila potensi ekonomi kreatif yang sangat
menjanjikan ini dikelola dan dibina dengan baik dan benar, sedikit
banyak pasti bisa memberi dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat
sekitarnya, sehingga secara bertahap bisa membantu mengurai permasalahan
umum yang sekarang sedang membelit sebagian besar daerah di Kalimantan
Selatan dan Indonesia secara umum, seperti pengangguran dan kebuntuan
inovasi penggerak perekonomian.
Untuk fungsi ideologis, sepertinya bukan suatu yang berlebihan bila apa
yang dilakukan oleh seorang Rusman "Suryanata" Effendi ini layak menjadi
sebuah inspirasi besar, khususnya bagi kaum muda Banjar dan bagi semua
masyarakat Banjar dan Kalimantan Selatan umumnya. Siapa lagi yang akan
melestarikan semua kekayaan adat dan tradisi Suku Banjar, selain kita
sendiri masyarakat Banjar dan Kalimantan Selatan!?
Sebuah dedikasi anak bangsa untuk menjaga, merawat dan melestarikan
kekayaan budaya leluhurnya memang sebuah keniscayaan kodrati, sebuah
tanggung jawab kolegial yang seharusnya berlaku umum! Tapi fakta riil di
lapangan ternyata memberi pesan anomalis yang lebih banyak berbanding
terbalik. Perjalanan berliku dan penuh tantangan seorang Rusman
"Suryanata" Effendi dalam melestarikan rumah adat Banjar, secara
tersirat memberi pesan kepada kita semua, khususnya masyarakat Banjar
dan Kalimantan Selatan terhadap tanggung jawab kolegial kita dalam
menjaga dan melestarikan aset budaya Banjar yang sekarang semakin luntur
dan melemah. Semoga, bersamaan dengan kehadiran sosok-sosok baru dalam
tampuk kepemimpinan Kalimantan Selatan, akan memberi harapan baru,
semangat baru dan energi baru pada semangat kolegial kita dalam upaya
melestarikan semua elemen budaya Banjar di banua tercinta, Kalimantan
Selatan.
Banjarmasin Bungas!
Artikel juga bisa dibaca via Blog Pribadi Kalbuning Manah Hati dan
Indonesiana dalam serial tokoh inspiratif Kalimantan Selatan
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/melestarikan-rumah-adat-banjar-dengan-miniatur_56db0139ff22bdcf1e0a4dba
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kaekaha.4277/melestarikan-rumah-adat-banjar-dengan-miniatur_56db0139ff22bdcf1e0a4dba